Senin, 07 September 2015

Badal Haji

Google+
Muhammadiyah Surabaya
Situsweb Resmi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya


Badal Haji dalam Tinjauan Fiqih
oleh: Ustadz H. Imanan S.Ag. *)

Muqoddimah
(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. [QS. an-Najm (53): 38-39]

Badal Haji adalah sebuah istilah yang dikenal dalam fiqih Islam. Istilah yang lebih sering digunakan dalam kitab-kitab fiqih adalah al-hajju ‘anil ghair (الحج عن الغير), yaitu berhaji untuk orang lain.

Jadi yang dimaksud dengan badal haji adalah kegiatan menghajikan orang yang telah meninggal (yang belum haji) atau menghajikan orang yang sudah tak mampu melaksanakannya (secara fisik) disebabkan oleh suatu udzur, seperti sakit yang tak ada harapan sembuh.

Dan pada kenyataannya memang seseorang benar-benar melakukan ibadah haji, namun dia meniatkan agar pahalanya diberikan kepada orang lain, baik yang masih hidup namun tidak mampu pergi maupun yang sudah wafat.

Badal Haji masalah yang sampai sekarang menimbulkan kontroversial. Oleh karena itu, dalam tulisan yang ringkas ini kami mencoba menjernihkan masalah tersebut dan kami berharap penjelasan ini bisa mendatangkan maslahat bagi semua pihak khususnya yang saling berbeda pendapat dalam masalah ini.

Kita semua tahu, ibadah haji adalah ibadah yang amat mulia. Jadi, amat tidak pantas bila badal haji menjadi sebuah profesi, menjadi ajang bisnis, dan bahkan dipakai sebagai sarana menumpuk harta.

Semua ulama sepakat bahwa haji adalah ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu, sekali dalam seumur hidupnya. Namun ulama berbeda pendapat dalam hal boleh tidaknya melaksanakan badal haji.

Imam Maliki tidak memperbolehkan badal haji, kecuali kepada orang yang sebelum wafatnya sempat berwasiat agar dihajikan. Ini pun dengan harta peninggalannya sejauh tidak melebihi sepertiganya.

Alasan ulama yang tidak memperbolehkan badal haji adalah bahwasanya haji itu hanya diwajibkan kepada orang Islam yang mampu, baik fisik maupun keuangan. Jadi, kalau ada orang yang sakit atau lemah secara fisik maka ia dianggap orang yang tidak mampu, karena itu ia tidak berkewajiban haji. Demikian juga orang yang telah wafat, ia dianggap sudah tidak berkewajiban untuk haji. Karena itu orang yang lemah secara fisik hingga tidak kuat untuk berhaji apalagi orang yang sudah wafat, maka kepada orang tersebut tidak perlu dilakukan badal haji. Orang ini dipandang telah gugur kewajiban hajinya.

Badal haji ini menjadi masalah mengingat ada beberapa ayat al-Qur’an yang dapat difahami bahwa seseorang hanya akan mendapatkan pahala dari hasil usahanya sendiri. Artinya, seseorang tidak dapat melakukan suatu peribadatan untuk orang lain, pahala dari peribadatan itu tetap bagi orang yang melakukannya bukan bagi orang lain.

Argumentasi ulama yang tidak memperbolehkan badal haji:

1. Ibadah haji itu, sungguhnya terdiri dari dua macam yaitu ibadah fisik dan ibadah harta, namun unsur fisiknya lebih dominan. Karena itu ibadah haji tidak boleh diwakilkan atau digantikan oleh orang lain.

2. Berdasarkan al-Qur’an surat al-Najm (53): 39, Alloh berfirman:

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya
Dan ayat-ayat lain, diantaranya:
…ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya, dan la mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya … [QS. al-Baqoroh (2): 286]
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun, dan kamu tidak dibalas kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. [QS. Yaasin (36): 54]
Serta hadits:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Rosululloh saw. Bersabda: apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendoakannya. [HR. Muslim]
Ayat-ayat dan hadits tersebut di atas menunjukkan bahwa seseorang hanya akan dapat pahala jika ia sendiri yang melakukannya. Karena itu amal ibadah ya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ibu Profesional

Game Level 1 : Komunikasi Produktif#2